Bromo Tengger Semeru Ultra 100: Too Much Tragedy!
Hi, I'm back! Setelah setahun lebih tidak update blog dikarenakan sesuatu hal yang membuatku harus men-stop kegiatan jalan-jalan atau lari-lari. Akhirnya, atas izin Yang Maha Kuasa aku bisa update blog kembali.
Oke, kali ini aku akan bercerita pengalaman lariku mengikuti ultra trail race yang cukup bergengsi di tanah air yaitu Bromo Tengger Semeru (BTS) Ultra 100 dengan kategori 70K. Kenapa aku memilih kategori ini? Karena kebetulan dapat slot gratis dari kawan sepelarianku yang tiba-tiba batal untuk ikut race ini. Yup, dengan persiapan yang hanya sebulan, aku nekat mengikuti race ini. Hanya bermodalkan keyakinan dan kekuatan mental saja.
![]() |
70K Course Map |
Aku memanfaatkan sisa waktu sebulan ini sebaik mungkin. Mulai dari lari 5 kilometer, 10 kilometer, hingga ngetrail ke gunung-gunung terdekat seperti Gunung Ungaran dan Gunung Andong yang memiliki ketinggian kurang dari 3.000 meter dan jaraknya kurang dari 10 kilometer. Dan juga, disela-sela latihan tersebut, aku juga melakukan cross training dengan berenang. Modalku kali ini hanya latihan itu saja ditambah istirahat yang cukup dan pola makan yang teratur.
H minus seminggu, aku mulai mengurangi pola latihan yang berat-berat dan mulai melakukan carbo loading. Dan satu lagi ialah mulai memikirkan rencana perjalanan serta mencari penginapan disekitar Bromo. Hal itu tentunya tidak aku rencanakan sendiri, tetapi aku rencanakan dengan kawan-kawan seperjuangan yang mengikuti BTS Ultra 100 yang tergabung dalam grup Whatsapp yang bernama "Bts". Dalam grup ini terdiri dari beberapa kawan sepelarianku yang ternyata gila-gila semua. Gila akan kilometer dan ketinggian.
Sampai di Race Central, lalu Racepack Collection
Singkat cerita, setelah melalui hampir 14 jam perjalanan Semarang-Bromo melalui jalur utara, mobil yang kami kendarai menginjakkan rodanya di kawasan Bromo Tengger Semeru pada ketinggian 2000++ meter diatas permukaan laut. Merasa lega karena berhasil melewati jalanan berkelok nan berjurang ala pegunungan. Udara pagi itu sangat sejuk sekali, cukup membuatku sesekali menggetarkan gigi dan menyembunyikan tangan di ketiak.
Di hari kita tiba di Bromo itu adalah hari pengambilan racepack atau racepack collection (RPC). Setelah menaruh barang-barang di penginapan, kita bersiap-siap untuk mengambil racepack yang berada di venue atau race central. Syarat untuk RPC ialah menyiapkan segala mandatory gears yang sebelumnya sudah dijelaskan secara jelas pada web tersebut.
Sampai di race central, aku merasa takjub dengan pemandangan alam sekitar. Panorama Gunung Batok berdiri dengan kokohnya, hamparan pasir yang sangat luas, serta mobil Jeep yang terlihat kecil seperti mainan sedang berteberan mengantarkan tamu yang sedang bertamasya. Situasi saat itu sudah ramai dengan peserta-peserta lain yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Matahari sore itu terpampang nyata diatas langit sehingga sedikit menghangatkan suasana race central. RPC adalah bagian dari race event yang aku tunggu-tunggu, karena dapat bertemu langsung dengan pelari dari berbagai macam komunitas. Mulai dari Bandung Explorer (Bandrex) yang terkenal memiliki pelari yang langganan podium di dunia trail, Malang Trail Runners (Mantra), Trail Runners Yogyakarta (TRY), dan komunitas lari lainnya.
Mandatory gears sudah checked, itu artinya aku sudah mendapatkan BIB number, race tee beserta tetek bengek-nya. Panitia juga menyediakan nasi rawon untuk dinikmati bersama. Tanpa pikir panjang, kami langsung melahap nasi rawon tersebut. Sambil makan nasi rawon, sambil menikmati suguhan tari Reog Ponorogo. Hampir seluruh peserta menikmati nasi rawon bahkan sampai ada yang tanduk dua kali. Siapa juga yang tidak doyan makanan khas Jawa Timur ini.
Hari semakin sore. Ada beberapa yang masih menunggu di race central untuk melihat prosesi flag off untuk kategori 170K, ada beberapa juga yang memutuskan untuk kembali ke penginapan masing-masing (termasuk kami, hehehe).
Persiapan Terakhir
Pulang ke penginapan, lalu last preparation before flag off karena kebetulan start untuk kategori 70K pukul 01.00 dini hari itu artinya aku masih memiliki waktu sekitar 6 jam untuk istirahat dan menyiapkan gears. Selama 6 jam ini aku masih sempat melakukan carbo loading terakhir dan tidur beberapa jam.
Dibangunkan oleh salah satu kawan yang ternyata ia sudah rapi memakai race costume-nya, jam menunjukkan pukul 00.30, aku langsung bergegas menyiapkan semuanya. Sebelum menuju garis start, perut saya terasa mules dan tidak tertahankan, mau nggak mau harus ke kamar mandi. Perasaaan saya antara senang dan khawatir. Di satu sisi, senang karena telah membuang isi perut tapi di sisi lain khawatir dan takut kalo mules lagi ketika sedang lari nantinya. Ah sudahlah, kita lihat saja nanti. Mari hilangkan perasaan itu.
Sampai di garis start, sudah berkumpul semua peserta 70K, dan beberapa menit lagi akan flag off.
3.....
2.....
1.....
*teriak master ceremony*
Yassssssssssh! Perjalanan panjang dimulai. Mari kita lewati hari ini dengan berpetualang menyusuri luasnya taman nasional ini.
Suasana malam itu bermandikan cahaya bulan yang begitu mempesona dan semesta yang mendukung.
5 Kilometer Pertama, Sebelum Tragedi Dimulai
5 kilometer pertama dengan karakteristik naik-turun ala perbukitan dengan sedikit berdebu tidak menjadi masalah bagiku. Lari dengan pace 7 atau 8 membuatku nyaman untuk terus bergerak, mengingat suhu pada malam itu cukup membuat keringatku enggan keluar.
Tanjakan B29 pada kilometer 6 sesuai dengan jam Suuntoloyo yang kukenakan adalah tanjakan yang sebenarnya tidak berat namun untuk mencapai puncaknya kita harus terpaksa mengantri. Banyaknya pelari. Jalan yang sempit. Tidak mungkin untuk menyalip atau kebut-kebutan. Seketika, sepanjang jalur tanjakan B29 penuh sesak dengan manusia. Sesekali aku melihat beberapa orang sedang jongkok untuk buang air disekitaran tanjakan ini. Belum ada perasaan apa-apa ketika melihat peristiwa itu. Aku mengabaikan mereka. Aku hanya fokus pada tanjakan ini.
2 jam kemudian, sampailah pada puncak B29. Water Station (WS) 1 hanya ada air mineral. Istirahat sejenak. Kemudian datang seorang peserta dan bertanya padaku,
"Mas, punya obat diare?" tanya peserta tersebut yang ternyata seorang bapak-bapak,
"Maaf, om saya tidak punya." jawabku, kemudian ia melanjutkan lari.
Hah? Bapak itu diare? Kasihan sekali. Pikirku. Kemudian aku melanjutkan lari juga.
Tragedi Dimulai
Eh! Baru beberapa meter setelah bapak itu meminta obat diare, perutku langsung mules seketika! Tanpa berpikir panjang, aku mencari semak-semak dan segera membuang t*i ini. HAH! MEREPOTKAN! Untungnya, aku tidak memakai celana compression yang super ketat nan mahal itu, jadi tinggal melorotkan celana saja. Jongkok - buang- bilas - lari lagi. Jangan berlama-lama jongkok, nanti kram!
Lupakan soal mules. CP berikutnya adalah Ranu Pane, basecamp Gunung Semeru, sekitar 10 kilometer lagi. Dan ketika sudah melewati tanjakan, artinya jalur berikutnya adalah turunan. Aku cinta turunan. Pace-ku sedikit bertambah. Berlari di jalur turunan yang sedikit berdebu dan penuh tumbuh-tumbuhan sampai-sampai membentuk seperti terowongan bukan perkara mudah. Harus ekstra hati-hati. Karena kita tidak tahu apa yang ada di depan kita.
Karena aku terlena oleh turunan, aku menghiraukan apa saja yang ada di depanku. Pokoknya lari terus. Hajar terus!!
Alhasil, ketika sedang asyik berlari di turunan. Ternyata ada batang pohon melintang di terowongan yang tak terlihat. Tanpa basa-basi, kepalaku langsung menyundul batang pohon tersebut.
"DAAAAGH! ARRRRRGGGH! " teriakku.
Kemudian aku tersungkur duduk sambil memegang kepala bagian depan. Reflek, aku langsung berusaha untuk segera berdiri namun kepalaku tidak mau diajak untuk berdiri. Pusing kepala seketika. Saat itu juga ingin menyerah karena khawatir akan pusing sepanjang jalan. Karena mengingat waktu dan tidak mungkin terlalu lama berdiam diri, aku melanjutkan lagi dengan kondisi kepala sedikit pusing.
Beberapa saat setelah terbentur. Topi lariku terasa sesak. Oh sh*t! Ternyata muncul benjolan segede bola pingpong di kepalaku. Makin khawatir. Untungnya lagi, tidak ada darah pada benjolan itu.
Mules udah. Kejedot juga udah. Apa lagi?
Matahari mulai menampakkan dirinya. Padahal jam masih menunjukkan pukul 05.00 pagi, tetapi rasanya sudah seperti pukul 07.00 pagi. Hmm, rasa-rasanya matahari disini terlalu rajin. Atau jamku yang terlalu malas untuk bangun pagi?
Hamparan perbukitan ala BTS mulai kelihatan dari kejauhan. Tak lupa mengucap syukur karena pagi-pagi sudah dapat 'sarapan' yang begitu indah.
Semakin turun, jalanan semakin bagus bahkan beraspal. Kurang 5 kilometer lagi sampai di Ranu Pane atau Check Point (CP) 1, jalur dominan aspal yang sudah hancur dan berbatu. Hanya Jeep saja yang berani lewat jalanan ini.
Sebelum sampai pada CP 1, aku dikagetkan oleh seorang pelari yang.......
skip..
to be continued..
Masih menuju CP 1. Kondisiku seketika berubah setelah kejadian yang baru aku lewati beberapa meter itu. Muncul pertanyaan-pertanyaan yang membuat down mentalku. Tapi aku berusaha menghilangkan pikiran negatif itu. Sudahlah, memang takdirnya begitu.
Yeay! Arrived at CP 1. Semangka dingin, teh hangat, jeruk, pisang dan roti. Ah, nikmat mana yang kau dustakan, kawan!
Disini, aku masih tidak percaya. Ternyata kaki ini sudah sampai disini. Gerbang menuju surga yang tersembunyi. Yashhhh, berikutnya adalah Ranu Kumbolo (KM 26 atau WS 2). Aku sedang menuju mimpi itu. Impianku sejak SMA.
Mulai mendaki Semeru. Jalurnya enak juga, ya. Landai, nanjak sedikit, tapi panjang. Mungkin ini karakteristik dari gunung di Jawa Timur kali ya? Berbeda dengan gunung di Jawa Tengah yang notabene nanjak langsung tanpa basa-basi namun langsung menuju puncak.
Aku hanya jalan. Berhenti selama kurang lebih lima menit di tiap pos. Sesekali melintasi pelari lain lalu memberi semangat kepada mereka dan sebaliknya.
"Ayo semangat, Mas!", teriakku kepada pelari yang sedang beristirahat
Coca-cola menjadi sumber energiku saat itu, walaupun tenggorokanku terasa sakit. Rasanya seperti radang, untuk menelan sakit. Tapi apa dayaku. Kaki mulai pegal dan meminta untuk diistirahatkan. Tapi waktu adalah musuh terbesarku saat itu.
Masih punya waktu dua jam untuk sampai di CP 2 Kalimati. Pukul 10.00 adalah cut off time, artinya jika aku tidak bisa sampai di CP 2 sebelum pukul 10.00 maka aku dinyatakan do not finish (DNF).
Kurang 2 kilometer lagi sampai di Ranu Kumbolo. Namun langkahku terhenti, aku bertemu dengan kawan sepelarianku sedang istirahat di pos pendakian tepat sebelum Ranu Kumbolo.
"Kamu baik-baik aja, Mas?", tanyaku padanya,
"Kakiku kumat lagi. Rasanya sakit sekali untuk jalan. Saya tidak yakin bisa sampai Kalimati dengan kaki seperti ini. Kalimati masih sekitar 7 kilometer lagi. Belum lagi nanti Tanjakan Cinta.", jawabnya dengan raut muka kesakitan,
"Baiklah, istirahatkan saja kakimu terlebih dahulu. Nih, minum Coca-Cola dulu biar sembuh" jawabku sedikit bercanda,
"Apa saya DNF saja ya?", tanya dia pasrah,
"Ya sudah, ikuti kata hatimu saja, jika DNF saya akan menemanimu, saya tidak tega meninggalkan kawan saya di tengah hutan tak bertuan ini. Tapi, temani saya melihat Ranu Kumbolo sebentar ya?", pintaku kepadanya,
"Baiklah, kita jalan pelan-pelan saja ya. Kamu duluan.", jawabnya sedikit bersemangat.
Do Not Finish
Pukul 09.00 pagi, aku dan kawanku sampai di Ranu Kumbolo (WS 2) KM 26. Masih ada waktu satu jam untuk menuju Kalimati. Tapi, bodo amat. Ranu Kumbolo telah mengalihkan perhatianku. Hatiku rasanya campur aduk. Selama ini, aku hanya melihat danau ini dari layar handphone. Tapi sekarang? Ah, aku bahagia tiada tara. Aku sudah lupa dengan garis finish. Rasanya ingin berteriak sekencang mungkin. Kalau bisa, sampai membangunkan Macan Jawa. Tapi capek. Hehehe.
Pelari-pelari silih berganti. Ada yang datang, ada yang pergi. Kita berdiam diri saja disini. Menikmati damainya Ranu Kumbolo bersama Soe Hok Gie dan udara dingin.
Satu jam terlewat begitu saja. Kami kembali ke Ranu Pane untuk dievakuasi ke race central. Jalur yang kami pilih adalah jalur Ayeg-ayeg karena lebih dekat dan juga merupakan jalur race. Ada beberapa pelari yang memutuskan untuk DNF dan kami bersama-sama kembali ke Ranu Pane.
Selama perjalanan kembali itu, kami bertukar cerita tentang race kali ini. Masih ingat tragedi mules setelah tanjakan B29? Yap, ternyata tidak hanya terjadi padaku dan bapak-bapak itu. Hampir seluruh peserta terkena mules juga. Mungkin, 9 dari 10 orang terkena mules-mules, mungkin. Bahkan, ada yang sampai buang air besar hingga 6 kali. Dan kami sepakat pemicu mules ini adalah nasi rawon. Luar biasa. Tanah di kawasan Bromo Tengger Semeru ini seketika jadi penuh ranjau dan bau. Tapi, tenang, pasti akan menjadi subur kok di kemudian hari. Kan, sudah kita pupuk! Hahahaha.
Penderitaan Belum Usai
Hampir berjalan 10 kilometer, akhirnya sampai juga di Ranu Pane. Beginilah serunya ikut lomba trail. Walaupun DNF, kami harus tetap dipaksa berjalan menuju race central dengan usaha sendiri. Jadi, persiapkan mental dan fisik yang matang ya, kawan!
Penderitaan kami belum selesai. Dari Ranu Pane menuju race central masih menempuh sekitar 20 kilometer lebih. Harus naik Jeep dan melewati jalanan yang jauh dari kata mulus. Badan rasanya hampir rontok menempuh perjalanan sekitar 45 menit dengan duduk bersempit-sempitan ditambah goncangan-goncangan yang tak kunjung berhenti.
Sampai di race central, kami langsung memutuskan untuk kembali ke penginapan dan istirahat.
Lagi. Belum selesai, malem harinya, suhu tubuhku tiba-tiba meninggi dan rasanya nggak karuan. Lengkap sudah lah pokoknya.
Mules. Kejedot. Melihat tragedi yang tidak perlu diceritakan. DNF. Demam tinggi. Komplit!
Kata Terakhir
Pengalaman race yang luar biasa. Too much tragedy. Memang ya, alam itu tidak bisa ditebak. Walaupun cuaca sudah sangat mendukung, tapi faktor lain bisa saja menjadi penghambat. Terlalu banyak kejutan dan kita semua tidak tau itu. Jadi, persiapkan dirimu sebaik mungkin ya, kawan!
Salam trail!
Gunung Ungaran |
Gunung Andong |
H minus seminggu, aku mulai mengurangi pola latihan yang berat-berat dan mulai melakukan carbo loading. Dan satu lagi ialah mulai memikirkan rencana perjalanan serta mencari penginapan disekitar Bromo. Hal itu tentunya tidak aku rencanakan sendiri, tetapi aku rencanakan dengan kawan-kawan seperjuangan yang mengikuti BTS Ultra 100 yang tergabung dalam grup Whatsapp yang bernama "Bts". Dalam grup ini terdiri dari beberapa kawan sepelarianku yang ternyata gila-gila semua. Gila akan kilometer dan ketinggian.
Gunung Andong |
Sampai di Race Central, lalu Racepack Collection
Singkat cerita, setelah melalui hampir 14 jam perjalanan Semarang-Bromo melalui jalur utara, mobil yang kami kendarai menginjakkan rodanya di kawasan Bromo Tengger Semeru pada ketinggian 2000++ meter diatas permukaan laut. Merasa lega karena berhasil melewati jalanan berkelok nan berjurang ala pegunungan. Udara pagi itu sangat sejuk sekali, cukup membuatku sesekali menggetarkan gigi dan menyembunyikan tangan di ketiak.
Di hari kita tiba di Bromo itu adalah hari pengambilan racepack atau racepack collection (RPC). Setelah menaruh barang-barang di penginapan, kita bersiap-siap untuk mengambil racepack yang berada di venue atau race central. Syarat untuk RPC ialah menyiapkan segala mandatory gears yang sebelumnya sudah dijelaskan secara jelas pada web tersebut.
Race Central Situation |
Sampai di race central, aku merasa takjub dengan pemandangan alam sekitar. Panorama Gunung Batok berdiri dengan kokohnya, hamparan pasir yang sangat luas, serta mobil Jeep yang terlihat kecil seperti mainan sedang berteberan mengantarkan tamu yang sedang bertamasya. Situasi saat itu sudah ramai dengan peserta-peserta lain yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Race Central View |
Mandatory gears sudah checked, itu artinya aku sudah mendapatkan BIB number, race tee beserta tetek bengek-nya. Panitia juga menyediakan nasi rawon untuk dinikmati bersama. Tanpa pikir panjang, kami langsung melahap nasi rawon tersebut. Sambil makan nasi rawon, sambil menikmati suguhan tari Reog Ponorogo. Hampir seluruh peserta menikmati nasi rawon bahkan sampai ada yang tanduk dua kali. Siapa juga yang tidak doyan makanan khas Jawa Timur ini.
![]() |
After RPC |
Hari semakin sore. Ada beberapa yang masih menunggu di race central untuk melihat prosesi flag off untuk kategori 170K, ada beberapa juga yang memutuskan untuk kembali ke penginapan masing-masing (termasuk kami, hehehe).
Persiapan Terakhir
Pulang ke penginapan, lalu last preparation before flag off karena kebetulan start untuk kategori 70K pukul 01.00 dini hari itu artinya aku masih memiliki waktu sekitar 6 jam untuk istirahat dan menyiapkan gears. Selama 6 jam ini aku masih sempat melakukan carbo loading terakhir dan tidur beberapa jam.
Dibangunkan oleh salah satu kawan yang ternyata ia sudah rapi memakai race costume-nya, jam menunjukkan pukul 00.30, aku langsung bergegas menyiapkan semuanya. Sebelum menuju garis start, perut saya terasa mules dan tidak tertahankan, mau nggak mau harus ke kamar mandi. Perasaaan saya antara senang dan khawatir. Di satu sisi, senang karena telah membuang isi perut tapi di sisi lain khawatir dan takut kalo mules lagi ketika sedang lari nantinya. Ah sudahlah, kita lihat saja nanti. Mari hilangkan perasaan itu.
Sampai di garis start, sudah berkumpul semua peserta 70K, dan beberapa menit lagi akan flag off.
3.....
2.....
1.....
*teriak master ceremony*
Yassssssssssh! Perjalanan panjang dimulai. Mari kita lewati hari ini dengan berpetualang menyusuri luasnya taman nasional ini.
Suasana malam itu bermandikan cahaya bulan yang begitu mempesona dan semesta yang mendukung.
5 Kilometer Pertama, Sebelum Tragedi Dimulai
5 kilometer pertama dengan karakteristik naik-turun ala perbukitan dengan sedikit berdebu tidak menjadi masalah bagiku. Lari dengan pace 7 atau 8 membuatku nyaman untuk terus bergerak, mengingat suhu pada malam itu cukup membuat keringatku enggan keluar.
Before B29 |
Tanjakan B29 pada kilometer 6 sesuai dengan jam Suuntoloyo yang kukenakan adalah tanjakan yang sebenarnya tidak berat namun untuk mencapai puncaknya kita harus terpaksa mengantri. Banyaknya pelari. Jalan yang sempit. Tidak mungkin untuk menyalip atau kebut-kebutan. Seketika, sepanjang jalur tanjakan B29 penuh sesak dengan manusia. Sesekali aku melihat beberapa orang sedang jongkok untuk buang air disekitaran tanjakan ini. Belum ada perasaan apa-apa ketika melihat peristiwa itu. Aku mengabaikan mereka. Aku hanya fokus pada tanjakan ini.
2 jam kemudian, sampailah pada puncak B29. Water Station (WS) 1 hanya ada air mineral. Istirahat sejenak. Kemudian datang seorang peserta dan bertanya padaku,
"Mas, punya obat diare?" tanya peserta tersebut yang ternyata seorang bapak-bapak,
"Maaf, om saya tidak punya." jawabku, kemudian ia melanjutkan lari.
Hah? Bapak itu diare? Kasihan sekali. Pikirku. Kemudian aku melanjutkan lari juga.
Tragedi Dimulai
Eh! Baru beberapa meter setelah bapak itu meminta obat diare, perutku langsung mules seketika! Tanpa berpikir panjang, aku mencari semak-semak dan segera membuang t*i ini. HAH! MEREPOTKAN! Untungnya, aku tidak memakai celana compression yang super ketat nan mahal itu, jadi tinggal melorotkan celana saja. Jongkok - buang- bilas - lari lagi. Jangan berlama-lama jongkok, nanti kram!
Lupakan soal mules. CP berikutnya adalah Ranu Pane, basecamp Gunung Semeru, sekitar 10 kilometer lagi. Dan ketika sudah melewati tanjakan, artinya jalur berikutnya adalah turunan. Aku cinta turunan. Pace-ku sedikit bertambah. Berlari di jalur turunan yang sedikit berdebu dan penuh tumbuh-tumbuhan sampai-sampai membentuk seperti terowongan bukan perkara mudah. Harus ekstra hati-hati. Karena kita tidak tahu apa yang ada di depan kita.
Karena aku terlena oleh turunan, aku menghiraukan apa saja yang ada di depanku. Pokoknya lari terus. Hajar terus!!
Alhasil, ketika sedang asyik berlari di turunan. Ternyata ada batang pohon melintang di terowongan yang tak terlihat. Tanpa basa-basi, kepalaku langsung menyundul batang pohon tersebut.
"DAAAAGH! ARRRRRGGGH! " teriakku.
Kemudian aku tersungkur duduk sambil memegang kepala bagian depan. Reflek, aku langsung berusaha untuk segera berdiri namun kepalaku tidak mau diajak untuk berdiri. Pusing kepala seketika. Saat itu juga ingin menyerah karena khawatir akan pusing sepanjang jalan. Karena mengingat waktu dan tidak mungkin terlalu lama berdiam diri, aku melanjutkan lagi dengan kondisi kepala sedikit pusing.
Beberapa saat setelah terbentur. Topi lariku terasa sesak. Oh sh*t! Ternyata muncul benjolan segede bola pingpong di kepalaku. Makin khawatir. Untungnya lagi, tidak ada darah pada benjolan itu.
Mules udah. Kejedot juga udah. Apa lagi?
Matahari mulai menampakkan dirinya. Padahal jam masih menunjukkan pukul 05.00 pagi, tetapi rasanya sudah seperti pukul 07.00 pagi. Hmm, rasa-rasanya matahari disini terlalu rajin. Atau jamku yang terlalu malas untuk bangun pagi?
Good Morning! |
Hamparan perbukitan ala BTS mulai kelihatan dari kejauhan. Tak lupa mengucap syukur karena pagi-pagi sudah dapat 'sarapan' yang begitu indah.
My 'Breakfast' |
Semakin turun, jalanan semakin bagus bahkan beraspal. Kurang 5 kilometer lagi sampai di Ranu Pane atau Check Point (CP) 1, jalur dominan aspal yang sudah hancur dan berbatu. Hanya Jeep saja yang berani lewat jalanan ini.
Sebelum sampai pada CP 1, aku dikagetkan oleh seorang pelari yang.......
skip..
to be continued..
Masih menuju CP 1. Kondisiku seketika berubah setelah kejadian yang baru aku lewati beberapa meter itu. Muncul pertanyaan-pertanyaan yang membuat down mentalku. Tapi aku berusaha menghilangkan pikiran negatif itu. Sudahlah, memang takdirnya begitu.
Yeay! Arrived at CP 1. Semangka dingin, teh hangat, jeruk, pisang dan roti. Ah, nikmat mana yang kau dustakan, kawan!
Disini, aku masih tidak percaya. Ternyata kaki ini sudah sampai disini. Gerbang menuju surga yang tersembunyi. Yashhhh, berikutnya adalah Ranu Kumbolo (KM 26 atau WS 2). Aku sedang menuju mimpi itu. Impianku sejak SMA.
Mulai mendaki Semeru. Jalurnya enak juga, ya. Landai, nanjak sedikit, tapi panjang. Mungkin ini karakteristik dari gunung di Jawa Timur kali ya? Berbeda dengan gunung di Jawa Tengah yang notabene nanjak langsung tanpa basa-basi namun langsung menuju puncak.
Aku hanya jalan. Berhenti selama kurang lebih lima menit di tiap pos. Sesekali melintasi pelari lain lalu memberi semangat kepada mereka dan sebaliknya.
"Ayo semangat, Mas!", teriakku kepada pelari yang sedang beristirahat
Coca-cola menjadi sumber energiku saat itu, walaupun tenggorokanku terasa sakit. Rasanya seperti radang, untuk menelan sakit. Tapi apa dayaku. Kaki mulai pegal dan meminta untuk diistirahatkan. Tapi waktu adalah musuh terbesarku saat itu.
Masih punya waktu dua jam untuk sampai di CP 2 Kalimati. Pukul 10.00 adalah cut off time, artinya jika aku tidak bisa sampai di CP 2 sebelum pukul 10.00 maka aku dinyatakan do not finish (DNF).
Kurang 2 kilometer lagi sampai di Ranu Kumbolo. Namun langkahku terhenti, aku bertemu dengan kawan sepelarianku sedang istirahat di pos pendakian tepat sebelum Ranu Kumbolo.
"Kamu baik-baik aja, Mas?", tanyaku padanya,
"Kakiku kumat lagi. Rasanya sakit sekali untuk jalan. Saya tidak yakin bisa sampai Kalimati dengan kaki seperti ini. Kalimati masih sekitar 7 kilometer lagi. Belum lagi nanti Tanjakan Cinta.", jawabnya dengan raut muka kesakitan,
"Baiklah, istirahatkan saja kakimu terlebih dahulu. Nih, minum Coca-Cola dulu biar sembuh" jawabku sedikit bercanda,
"Apa saya DNF saja ya?", tanya dia pasrah,
"Ya sudah, ikuti kata hatimu saja, jika DNF saya akan menemanimu, saya tidak tega meninggalkan kawan saya di tengah hutan tak bertuan ini. Tapi, temani saya melihat Ranu Kumbolo sebentar ya?", pintaku kepadanya,
"Baiklah, kita jalan pelan-pelan saja ya. Kamu duluan.", jawabnya sedikit bersemangat.
2 km before WS 2 |
1 km before WS 2 |
Pukul 09.00 pagi, aku dan kawanku sampai di Ranu Kumbolo (WS 2) KM 26. Masih ada waktu satu jam untuk menuju Kalimati. Tapi, bodo amat. Ranu Kumbolo telah mengalihkan perhatianku. Hatiku rasanya campur aduk. Selama ini, aku hanya melihat danau ini dari layar handphone. Tapi sekarang? Ah, aku bahagia tiada tara. Aku sudah lupa dengan garis finish. Rasanya ingin berteriak sekencang mungkin. Kalau bisa, sampai membangunkan Macan Jawa. Tapi capek. Hehehe.
WS 2 |
Satu jam terlewat begitu saja. Kami kembali ke Ranu Pane untuk dievakuasi ke race central. Jalur yang kami pilih adalah jalur Ayeg-ayeg karena lebih dekat dan juga merupakan jalur race. Ada beberapa pelari yang memutuskan untuk DNF dan kami bersama-sama kembali ke Ranu Pane.
Saya, kawan saya, dan Trabas Seekers |
Menuju Ayeg-Ayeg bersama tim DNF |
Penderitaan Belum Usai
Hampir berjalan 10 kilometer, akhirnya sampai juga di Ranu Pane. Beginilah serunya ikut lomba trail. Walaupun DNF, kami harus tetap dipaksa berjalan menuju race central dengan usaha sendiri. Jadi, persiapkan mental dan fisik yang matang ya, kawan!
Penderitaan kami belum selesai. Dari Ranu Pane menuju race central masih menempuh sekitar 20 kilometer lebih. Harus naik Jeep dan melewati jalanan yang jauh dari kata mulus. Badan rasanya hampir rontok menempuh perjalanan sekitar 45 menit dengan duduk bersempit-sempitan ditambah goncangan-goncangan yang tak kunjung berhenti.
Sampai di race central, kami langsung memutuskan untuk kembali ke penginapan dan istirahat.
Lagi. Belum selesai, malem harinya, suhu tubuhku tiba-tiba meninggi dan rasanya nggak karuan. Lengkap sudah lah pokoknya.
Mules. Kejedot. Melihat tragedi yang tidak perlu diceritakan. DNF. Demam tinggi. Komplit!
Kata Terakhir
Pengalaman race yang luar biasa. Too much tragedy. Memang ya, alam itu tidak bisa ditebak. Walaupun cuaca sudah sangat mendukung, tapi faktor lain bisa saja menjadi penghambat. Terlalu banyak kejutan dan kita semua tidak tau itu. Jadi, persiapkan dirimu sebaik mungkin ya, kawan!
Salam trail!
para Member setia Fansbetting,
BalasHapusuntuk kalian para pecinta permainan casino online
yang mungkin sedang mencari agen terpercaya dengan bonus rollingan yang besar
kami menyarankan kepada kalian semua para member setia kami
bahwa kami akan memberikan BONUS ROLLINGAN 0.70% untuk kalian semua
dan langsung otomatis masuk ke dalam id kalian,
jadi untuk kalian yang mau mencoba bonus ini dan ingin bermain di salah satu agen yang terpercaya
kalian bisa bermain bersama kami . fansbetting.com
* CLAIM NOW AND JOIN US *
Untuk keterangan lebih lanjut, segera hubungi kami di:
WA : +855963156245^_^
Ayo tunggu apalagi !!